Un Moment à Sarkem

Posted by praftiwi on Sunday, November 20, 2011

Ini bukan sekedar cerita fiktif belaka.

Sebut saja inisialnya T, alias Tika. Mahasiswi sebuah universitas ternama (red UGM) jurusan fisika FMIPA 2008. Ya, mbak Tika bisa dibilang orang yang paling bertanggung jawab atas kejadian itu.

Hari itu kamis, sepulang kursus bahasa Perancis aku langsung merebahkan diri di tempat tidur. Aku menghela nafas panjang, sepertinya aku butuh istirahat pikirku.

Tapi tidak, “aku bukan capek tapi bosan!” teriak sebuah sisi didalam diriku.

Kudatangi mbak Tika di kamarnya, “mbak…  tolong aku, temanin jalan. Terserah mau kau ajak kemana asal bawa aku keluar dari kostan”

“abis isya aja ya, ntar kita cari makan terus jalan, kamu pikirin aja dulu kira-kira mau kemana”.

Rasanya kepalaku begitu berat, suntuk sekali. Menghirup udara luar di malam hari sepertinya bisa sedikit mengurangi. Aku merasa tertolong memiliki mbak kostn yang punya hobi ‘mengukur jalanan dengan speedometer’ J

***

Ntah kenapa aku ingin sekali berdandan malam itu. aku keluar dengan memakai wedges 5 cm, mengenakan pasmina, dan menyematkan sebuah cincin yang lumayan besar atau yang biasa disebut orang cincin syahrini. Untung tidak sekalian memakai make up, karena kupikir untuk apa bermake up toh malam hari ini.

Sebenarnya cuaca kurang bersahabat, namun rasa suntuk kian mendera.

***

Sehabis makan mie ayam Bangka di Sagan, kami berencana melihat pameran poster di LIP, tapi itu hanya rencana (tidak terlaksana).

Kami hendak masuk melihat pameran lukisan di kompas, tapi juga tidak jadi.

Akhirnya kami memutuskan melihat aksesoris di Jolie Godean.

Namun sense of shopping ku tidak keluar. Aku tidak tertarik memperhatikan aksesoris-aksesoris saat itu. belum ada 15 menit kami tiba di Jolie, para pekerjanya sudah mengumumkan pada pengunjung bahwa Jolie akan segera ditutup.

Keluar dari Jolie, mbak Tika bertanya padaku mau kemana lagi. Tidak ada tujuan yang ingin kutuju memang, karena niatku hanya ingin melihat jalanan. Diputuskan untuk menelusuri jalanan malioboro, memutari alkid beberapa putaran dan kemudian pulang.

Di pangkal jalanan malioboro aku bertanya pada mbak Tika, “mbak sarkem tu sebenarnya gimana sih?”

“ya jalanan yang itu. nama jalan, gak ada apa-apa sih, mau liat po?” kata mbak Tika.

“boleh” jawabku.

Tiba di lampu merah 0 km, gerimis mulai turun dan diputuskan kami tidak jadi memutari alkid tapi langsung melewati sarkem lalu pulang.

Gerimis semakin lama semakin deras padahal malam semakin larut. Setelah berada di daerah sarkem hujan benar-benar menghadang kami tidak bisa melanjutkan perjalanan dan memutuskan untuk berteduh di depan sebuah toko. Toko itu dan toko-toko di sekitarnya sudah tutup. Saat itu jam 10 malam kira-kira. Kami hanya bisa berdoa agar hujan mereda karena takut kemalaman.

Selama berteduh kami mengamati kendaraan-kendaraan yang melaju. Jalanan telah sepi. Yang berteduh di depan toko berinisial AJ itu cuma kami berdua, namun ada 6 orang yang berteduh di seberang jalan.

Waktu terus berlalu dan hujan masih mengguyur jalanan. Yang masih berteduh diseberang jalan pun tinggal 1-2 orang serta sepasang kekasih. Tapi bukan aktivitas mereka yang ingin aku ceritakan disini.

Ada sebuah mobil yang melaju dari kejauhan. Mbak Tika memintaku memperhatikan mobil itu, lampunya sungguh silau dan menganggu. Perlahan namun pasti kemudian mobil itu berhenti tepat dihadapan kami. Di dalamnya terlihat 2 orang laki-laki.

Mbak Tika berbisik padaku “kenapa dia berenti depan kita?”

“mbak sih dari tadi ngliatin tu mobil” jawabku “barangkali dia mau masuk ke toko ini tapi kehalang kita yang teduhan” aku mencoba positive thinking.

“oh yowes, kita geserin motornya”. Mbak Tika memindahkan motor sedikit ke utara. Sekarang kami berdiri sekitar 3 meter dari mobil itu.

Mbak Tika memasukan slayer yang dari tadi dipegangnya ke dalam tas. Aku teringat kata-kata kak Fetsi (teman kakakku yang kuliah di UNDIP) “kalo di Semarang salah satu tandanya itu melambaikan syal”. Apa mungkin orang dalam mobil itu melihat dari kejauhan slayer yang dipegang mbak Tika tadi  seperti sebuah syal yang dilambaikan. OMG mulai parno sendiri.

Kami tetap berusaha tenang dan tidak peduli. Mobil itu telah berhenti sekitar 5 menit dan tidak ada tanda-tanda mobil itu hendak masuk ke dalam toko ataupun melanjutkan perjalanan. Masa mogok sih.

Sudah ada 10 menit, dan kami pun mulai tidak nyaman. Sesekali kami curi pandang ke dalam mobil itu dan tidak ada perubahan. Walau sedikit gelisah namun kami masih tetap tidak bisa beranjak dari sana karena hujan masih sangat deras. Kami mulai berpikir macam-macam, bagaimana kalau tiba-tiba mereka berniat menculik kami tanpa alasan, kan gak lucu tuh kalau sampai ada headline news Dua Mahasiswi UGM Hilang di Sarkem.

Naaah…

Beberapa menit kemudian toko AJ terbuka dan keluar lah seorang nenek yang dipapah. Lalu seseorang pun turun dari mobil tadi untuk ikut memapah sang nenek masuk ke dalam mobil. Sesaat kemudian mobil melaju.

Persis di depan kami, yang duduk di kursi sopir mobil itu membuka jendela, dia tersenyum ke arah kami, kemudian menutup kembali jendelanya.

Aku dan mbak Tika pun tertawa lega (lebih tepatnya malu sendiri karena sempat berburuk sangka).



blog comments powered by Disqus
tinggalkan komentar yaaa ^_^




Make a free website with Yola